Pengunggah Guyonan Gus Dur Dipanggil Polisi JPW Tito Pernah Mengutip


Berikut adalah artikel atau berita tentang otomotif dengan judul Pengunggah Guyonan Gus Dur Dipanggil Polisi JPW Tito Pernah Mengutip yang telah tayang di apurboitservices.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Yogyakarta, IDN Times – Pemilik akun Facebook Mail Sulla, Ismail Ahmad apes. Gara-gara warga Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara itu mengunggah guyonan satire Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid tentang tiga polisi jujur pada 12 Juni 2020, ia dipanggil polisi.

Tokoh yang akrab disapa Gus Dur itu menyebutkan, hanya ada tiga polisi yang jujur. Patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Polisi Hoegeng. Hoegeng adalah Kepala Kepolisian RI yang menjabat pada tahun 1968-1971 dan dikenal sebagai polisi yang sederhana.

Menurut informasi yang dihimpun Jaringan Gusdurian dalam siaran persnya, unggahan Ismail itu dinilai Polres Sula mencemarkan nama baik institusi Polri. Dia sempat juga diancam melanggar Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp750 juta. Proses hukum urung digelar. Ismail diminta untuk meminta maaf melalui siaran pers media massa.

Jogja Police Watch (JPW) menilai pemanggilan Ismail oleh polisi adalah hal yang berlebihan.

“Guyonan yang dikutip dan diunggah itu kritik sosial demi kebaikan institusi korps Bhayangkara juga,” kata juru bicara JPW, Baharuddin Kamba dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Kamis (18/6).

Baca Juga: Angkat Pelecehan dan Prositusi Konde dan Magdalene Kena Serangan Cyber

1. Tito Karnavian juga pernah mengutip guyonan tiga polisi jujur

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Dok. Kemendagri)

Menurut Kamba, apabila masyarakat mengutip sebuah ungkapan dari tokoh nasional, pemimpin negara, maupun tokoh politik dunia baik yang masih hidup maupun sudah meninggal dunia lantas diperiksa polisi merupakan kemunduran korps Bhayangkara itu.

“Artinya, reformasi internal polisi belum berjalan maksimal,” kata Baharuddin.

Padahal, Mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga pernah mengutip guyonan itu dalam testimoni yang disampaikan ketika acara peringatan Sewindu Haul Gus Dur pada 2017 di Ciganjur lalu. Kutipan itu dibacakan dibacakan Kabaintelkam Polri Komjen Luthfi Lubiyanto, karena Tito tak hadir waktu itu. Semestinya, menurut Baharuddin, polisi juga memanggil Tito ketika itu.

“Tapi apakah polisi punya nyali?” tanya Baharuddin.

Polisi, lanjut dia, lebih baik tak mengurus hal yang remeh-temeh. Sentilan-sentilan yang ada mestinya dianggap kritik membangun bagi institusi kepolisian agar menjadi lebih baik.

2. Guyonan tiga polisi jujur adalah satu guyonan Gus Dur yang terkenal

IDN Times/Panji Galih Aksoro

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menjelaskan, semasa hidup, Gus Dur biasa menyampaikan kritik melalui lelucon. Humor tiga polisi jujur adalah salah satu yang paling terkenal. Guyonan itu didengar pertama kali oleh AS Hikam pada 2008 ketika bertamu ke rumah Gus Dur. Dia mengisahkannya dalam buku “Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita” (2013).

Gus Dur menyampaikan guyonannya ketika itu tengah santer skandal korupsi besar BLBI senilai Rp600 triliun dan Bank Century Rp6,7 triliun yang menyeret sejumlah institusi negara, termasuk Polri. Humor itu bentuk sindiran sekaligus kritik agar Polri bisa bekerja lebih baik. Terutama setelah lembaga tersebut dipisahkan dari ABRI saat Gus Dur menjabat sebagai presiden.

Bagi Gus Dur, lanjut Alissa, rasa humor dari masyarakat mencerminkan daya tahan yang tinggi di hadapan semua kepahitan dan kesengsaraan. Kemampuan untuk menertawakan diri sendiri adalah petunjuk ada keseimbangan antara tuntutan kebutuhan dan rasa hati di satu pihak dan kesadaran akan keterbatasan diri di pihak lain.

“Menjadikan humor sebagai barang bukti kasus pencemaran nama baik institusi adalah bentuk kegagalan memahami watak masyarakat Indonesia yang humoris,” papar Alissa yang juga salah satu anak Gus Dur.

3. Polisi mestinya melindungi kebebasan berekspresi publik

Ilustrasi (Dok. Humas Polri)

Polres Kepulauan Sula menanggapi lain. Ismail dipanggil ke kantor, diminta klarifikasi dan menyatakan permohonan maaf.

“Meski tidak diproses hukum, pemanggilan Ismail bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya,” kata Alissa.

Jika dilanjutkan pun akan menambah rentetan korban UU ITE sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia. Melalui siaran pers yang diterima IDN Times, Rabu (17/6), Jaringan Gusdurian meminta aparat penegak hukum tidak mengintimidasi warga negara yang mengekspresikan dan menyatakan pendapat melalui media apapun.

“Kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat adalah hak konstitusional yang wajib dilindungi oleh aparat penegak hukum,” kata Alissa.

Kemudian meminta lembaga legislatif untuk mengevaluasi, merevisi, dan atau menghapus UU ITE yang sering disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Serta  mengajak kepada seluruh Gusdurian dan masyarakat Indonesia untuk terus mendukung iklim demokrasi yang sehat.

“Salah satunya terus membuka ruang kritik yang membangun tanpa merasa terancam,” imbuh Alissa. 

Baca Juga: Napas Panjang Film Selama Pandemi: Butuh SOP dan Beralih ke Digital

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih. Untuk berlangganan artikel seperti ini harap hubungi kami agar anda dapat artikel atau berita terupdate dari kami.