25 Preman Diarak Mengutip dan Menyapu Sampah di Lapangan Merdeka Medan


Berikut adalah artikel atau berita tentang otomotif dengan judul 25 Preman Diarak Mengutip dan Menyapu Sampah di Lapangan Merdeka Medan yang telah tayang di apurboitservices.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

25 Preman Diarak Mengutip dan Menyapu Sampah di Lapangan Merdeka Medan

MEDAN – Satuan Sabhara Polrestabes Medan mengarak 25 preman untuk mengutip dan menyapu sampah diseputar Lapangan Merdeka Medan, Senin, (9/3/2020), petang.

Para preman yang diamankan saat razia, Senin, (9/3) pagi itu, mengenakan kaos kuning bertuluskan Ex Preman Taubat serta dibekali dengan sapu lidi untuk membersihkan sampah yang ada di lapangan Merdeka.

Kasat Sabhara Polrestabes Medan AKBP Sonny Siregar mengatakan, para preman yang baru diamankan dari berbagai lokasi itu mengenakan kaos yang bertuliskan, “Ex Preman, Sekarang Bertobat”.

“Mereka Start dari Pos Lantas Lapangan Merdeka, mengelilingi Lapangan Merdeka sambil memungut dan menyapu sampah,” kata AKBP Sonny Siregar, Senin, (10/3/2020), petang.

Dia menyatakan, sebelumnya pihaknya melaksanakan razia preman untuk menekan angka kejahatan jalanan terutama di pusat-pusat perbelanjaan, Senin (9/3/2020), pagi. Dari kegiatan tersebut, Tim Pemburu Preman Satuan Sabhara Polrestabes Medan berhasil mengamankan 25 preman yang sedang beraksi melakukan pemalakan maupun pemerasan.

“Kami juga akan melakukan pembinaan berupa kurve di tempat keramaian,” ujarnya.

Ke 25 preman itu diamankan dari tiga lokasi berbeda yakni, di Pasar MMTC, Pasar Mall/Pajak Bulan, dan Center Point.

Sementara itu, ke 25 identitas pelaku yang diamankan petugas yakni, di pasar MMTC, Leon Dame Sitindaon (26) warga Bersama, Desa Laud Dendang Tanah Garapan, bekerja sebagai juru parkir.

Ali Amar R (54) warga Rahmadsyah No. 16 Kota Matsum, Alrido Silaban (20) warga Jalan Tuasan Gg Rukun Medan Tembung.

Jaya (32) warga Jalan Selamat Ketaren Medan Estate, Ricky Siagian (32) warga Jalan Perjuangan No. 07 Medan.

Arjun Tambunan (27) warga Jalan Rela no 12 Medan Tembung, Johannes Sitorus (30) warga Jalan Taduan No. 134 Medan Tembung, Daniel Ginting (35) warga Jalan William Iskandar Psr IV Medan Estate.

Sandi (28) warga Jalan Rela No 12 Medan Tembung, Julnadi Ginting (25) warga Jalan Yos Sudarso, Glugur kota, Rony Sinaga (51) warga Pasar V no 13 Medan Estate, Hengki (51) warga Jalan Keprean Medan Estate.

Sarman Sinaga (18) warga Jalan Pancing No. 71 Medan Tembung, Kandar (40) warga Jalan Pratun no 02 Medan Estate dan Syawal Harahap (50) warga Jalan Pasar IX Tembung.

Adapun identitas preman yang diamankan petugas di kawasan Medan Mall yakni, Sondang Tampubolon (36) warga Jalan Binjei Km 12,5 Binjei.

Juanda Putra (34) warga Jalan Brigjen Katamso no 05 Medan Maimun, Fajar Ramadhan (28) warga Jalan Veteran Medan Estate dan Lutfi Ramadhan (29) warga Jalan Bandar Setia Tembung.

Preman yang diamankan petugas di kawasan Center Point yakni, Iwan Halawa (38) warga Jalan Rupat No 50 Medan Timur, Aduyung (39) warga Jalan Tusam Gaharu, Medan Timur.

Ilham (38) warga Jalan Brigjen Katamso No 123, Muh Nasir Sinaga (58) warga Jalan Datuk Kabu Gg Amal Tembung, Andi Lala (36) warga Jalan Durung Gg. Buang no 05 Medan Tembung dan Safrizal (36) warga Jalan Pancing III no 02 Medan Tembung.

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih. Untuk berlangganan artikel seperti ini harap hubungi kami agar anda dapat artikel atau berita terupdate dari kami.

Kurikulum Merdeka Memerdekakan Siapa


Berikut adalah artikel atau berita tentang otomotif dengan judul Kurikulum Merdeka Memerdekakan Siapa yang telah tayang di apurboitservices.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Jakarta

Ivan Illich pelopor utama kritikus model pendidikan klasikal yang terinstitusi melalui sekolah, dalam After Deschooling, What? sempat menawarkan satu model yang memiliki kemiripan dengan model pendidikan dengan konsep Kurikulum Merdeka. Setelah 1972 menulis Deschooling Society mendapat sambutan sekaligus kritik karena tidak menawarkan solusi, Ivan menyodorkan satu model desain pendidikan merdeka. Ivan menyodorkan konsep pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia dengan pilihan, cara dan minat yang ingin ditempuhnya. Lalu institusi pendidikan ditempatkan hanya menjadi pendamping dan fasilitator murni.

Kurikulum Merdeka atau sering disebut Merdeka Belajar yang mulai diperkenalkan sejak dua tahun lalu oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Dikbudristek) era Nadiem Makarim, tahun ini mulai diimplementasikan di sejumlah sekolah yang mengajukan pendaftaran. Data dari portal Kementerian Dikbudristek sudah 143.265 sekolah di seluruh Indonesia dalam berbagai jenjang dan jenis sekolah mendaftar. Peserta belajar (siswa) adalah subjek utama dan guru sebagai tenaga pengajar ditempatkan sebagai mitra dalam proses pendidikan. Siswa akan belajar dengan mengerjakan project base learning.

Pilihan dari siswa terhadap cakupan materi pelajaran akan menentukan bagaimana pendidikan dilaksanakan tanpa harus terkungkung tempat dan waktu. Akses akan bahan-bahan sumber belajar yang dekat dengan siswa, baik melalui jaringan internet atau pun kedekatan dengan lingkungan dan peminatan, menjadi dasar menentukan proyek belajar. Kungkungan tempat, waktu dan kelas-kelas dalam sekolah tidak akan ada lagi. Beban satuan pelajaran dirumuskan sendiri dan ditetapkan bersama dengan guru mengacu kepada target capaian belajar yang hanya berbentuk besaran pokok tujuan pembelajaran. Peserta belajar benar-benar memiliki pilihan menentukan sendiri bagaimana cara mencapai tujuan pembelajaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sekolah atau satuan pendidikan bukan lagi merupakan seonggok bangunan berisikan ruang-ruang kelas berisikan bangku-bangku dan anak-anak remaja berseragam. Sekolah bisa didesain seperti rumah, warung atau apa saja serupa tempat yang menyenangkan, sebagai tempat dimana peserta belajar sesekali bisa bertemu mengevaluasi capaian belajar. Sekolah memberikan fasilitas secara mandiri yang ditunjang oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan diserahkan pengelolaannya secara murni kepada sekolah.

Ruang belajar bisa kebun, dapur. lapangan olah raga bengkel, laboratorium atau apa saja yang dipilih oleh peserta belajar. Pertemuan tidak harus dalam bentuk tatap muka dan kasat mata. Jam belajar juga tidak harus dalam jam tertentu. Segala sesuatu yang dipilih dan disepakati oleh peserta belajar, itulah yang dikerjakan. Sungguh sebuah desain kurikulum pembelajaran yang dahsyat dan ideal dalam membangun kapasitas dan kapabilitas insan Indonesia berkarakter.

Betapapun desain seperti ini bukan hal baru dalam konteks pendidikan Indonesia, tetapi, belum pernah terjadi sebelumnya, jika hal ini menjadi kebijakan yang berskala nasional. Dalam catatan sejarah pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan memperkenalkan 3 N di Taman Siswa. Niteni, Nirokke, dan Nambahi adalah konsep pendidikan Taman Siswa sejak tahun 1928, yang memiliki kesamaan semangat dan nafas dalam menyelenggarakan pendidikan.

Dalam tawaran ki Hajar Dewantara niteni berarti mengerti, mendalami atau memahami. Nirokke berarti meniru, mencontoh atau meneladani. Dan nambahi berarti menambahkan, memperkaya dan memperluas. Pendidikan menurut Ki Hajar sejatinya harus mampu membuat peserta didik mandiri untuk bisa mengerti, meneladani, dan memperluas cakupan kehidupan di sekelilingnya. Baik pada aspek pengetahuan dan perilakunya.

Selain yang ditawarkan oleh Ki Hajar, era 70 – 80 bermunculan konsep pendidikan partisipatif dan model pendidikan andragogi. Dalam nafas yang sama, orientasinya bahwa peserta belajar sebagai subjek pendidikan yang menentukan sendiri apa yang ingin digelutinya. Berikutnya, mulai tahun 2000 sampai sekarang beragam lembaga pendidikan swasta menawarkan konsep Sekolah Alam yang kurikulumnya dirancang sesuai peminatan dan kemandirian siswa. Termasuk juga di lembaga pendidikan berbasis keagamaan seperti di Pondok Pesantren dan sekolah keagamaan lain yang secara usia jauh sudah hadir sebelum lembaga pendidikan moderen hadir.

Tentu akan dapat kita bayangkan betapa luas dan besarnya dampak yang akan terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia, jika Kurikulum Merdeka benar-benar diimplemetasikan. Penyiapan tenaga pendamping, penyiapan bahan-bahan belajar, penyiapan fasilitas belajar, dan konsekuensi-konsekuensi lanjutan lain dari sebuah kurikulum. Pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk penyelenggaraan pendidikan tingkat dasar, dituntut memiliki dukungan yang lebih besar dari yang terjadi sekarang. Masalah kemudian akan bergeser jauh dari hal yang masih didominasi oleh urusan sekolah rusak dan ketersediaan ruang belajar yang cukup.

Lebih dari itu masalah akan terjadi pada bagaimana proses belajar bisa berlangsung sesuai dengan desain kurikulum. Siswa harus disediakan media belajar sesuai dengan pilihannya. Terlebih lagi, pada tingkat teknis penyelenggaraan belajar, akan jauh lebih luas lagi dampaknya. Karena peserta belajar akan mandiri dan bertanggung jawab atas pilihannya, maka dia harus sanggup mendapatkan pendamping yang andal.

Guru sebagai pendamping tidak akan banyak manfaatnya jika tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas memadai. Besar kemungkinan, dengan akses terhadap sumber-sumber belajar dari media internet guru dengan kemampuan dan cara berpikir lama, akan semakin ditinggal. Pendampingan bisa dilakukan dengan media daring, dan karena itu masalah seputar guru akan jauh lebih komplek.

Dengan berbagai alasan apapun tentang keberhasilan pelaksanaan sebuah desain kurikulum pendidikan, pada akhirnya kita akan sampai pada fakta, capaian pembelajaran tergantung pada tiga hal pokok. Yakni kualitas dan keandalan guru, media belajar yang tersedia, serta kualitas input (siswa). Faktanya, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia berlangsung dalam kesenjangan sangat besar.

Pendidikan di desa/daerah dengan segala keterbatasan dan apa adanya, berbeda dengan penyelenggaraan di kota-kota besar. Kualitas guru masih belum dapat diandalkan. Media pendukung belajar masih belum sepenuhnya memiliki standarisasi yang sama antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Apalagi jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta di perkotaan. Tentu hal ini pada akhirnya terkait juga dengan kemampuan ekonomi keluarga dan komitmennya terhadap pendidikan anak.

Dengan semua problem mendasar seperti ini, bagaimana Kurikulum Merdeka akan mencapai tujuannya?

Sejak Indonesia Merdeka tahun 1945 sampai saat ini sudah 10 kali terjadi pergantian kurikulum. Mulai tahun 1947 Kurikulum Rencana Pelajaran (KRP), 1964 Kurikulum Pancawardhana, 1968 Kurikulum Pancasila, 1975 Kurikulum Rencana Pelaksanaan Pelajaran, 1984 Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), 1994 lanjutan penyempurnaan CBSA, 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2006 Kurikulum Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 2013 Kurikulum Interpersonal, dan 2021 Kurikulum Merdeka.

Pernahkah kita mendengar secara terbuka hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum? Pada kurikulum mana kita dianggap berhasil dan pada kurikulum mana kita gagal?

Dengan desain yang bertumpu pada siswa sebagai subjek, dan kewajiban menyediakan pendukung belajar ada pada sekolah. Bila daya dukungnya bertumpu hanya pada dana BOS, maka desain Kurikulum Merdeka akan membawa dampak polarisasi sosial yang didasari oleh kesenjangan ekonomi. Sekolah elit di kota-kota akan semakin mentereng karena kemampuannya menyediakan kebutuhan siswa. Dan sekolah yang hanya bertumpu pada dana BOS akan tergantung pada bagaimana satuan pendidikan memperlakukan kewajiban-kewajibannya.

Dengan kata lain, Kurikulum Merdeka dapat menjadi mesin baru terciptanya elit-alit kaum berpendidikan yang memang memiliki kesempatan karena kemampuannya mengikuti proses belajar sesuai kurikulum. Sementara bagi kalangan menengah ke bawah yang mengandalkan subsidi pemerintah, jangan banyak berharap dulu. Lalu, dalam keadaan seperti ini Kurikulum Merdeka ini mau memerdekakan siapa?

Anang A Yaqin Direktur Karsa Majemuk Indonesia

(mmu/mmu)

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih. Untuk berlangganan artikel seperti ini harap hubungi kami agar anda dapat artikel atau berita terupdate dari kami.