Komisi VI DPR Pertanyakan Indonesia Tidak Menjadi Negara Penentu Harga Komoditi Meski Pengekspor Utama


Berikut adalah artikel atau berita tentang otomotif dengan judul Komisi VI DPR Pertanyakan Indonesia Tidak Menjadi Negara Penentu Harga Komoditi Meski Pengekspor Utama yang telah tayang di apurboitservices.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

HARIANHALUAN.COM – Anggota Panitia Kerja (Panja) Komoditas Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah mempersoalkan terkait alasan di balik tidak bisanya Indonesia menjadi penentu harga atau price maker di beberapa komoditas.

Luluk menyebutkan, saat ini Indonesia bahkan menjadi pengekspor utama dalam beberapa komoditas besar seperti nikel, batu bara, bauksit, karet, kakao, hingga kelapa sawit. Namun, Indonesia tetap saja tidak bisa menjadi penentu harga di pasar internasional.

Luluk mempertanyakan perihal Malaysia yang hanya memproduksi lebih sedikit dari Indonesia tetapi mampu menjadi yang menentukan harga kepada pakar ekonomi, Faisal Basri saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Komoditas Komisi VI.

Baca Juga: Derita Panda YaYa, Alami Perlakuan Buruk di Memphis Amerika Akhirnya Pulang Kampung ke China

“Contohnya kemarin ketika gonjang ganjing skandal minyak goreng. Diketahui bagaimana produksi kita (Indonesia) ini 51 juta ton sementara Malaysia 19 juta ton. Tapi tetap saja mereka (Malaysia) yang menentukan harganya. Mengapa Malaysia itu bisa menjadi acuan,?” kata Luluk, keterangan tertulis dikutip HarianHaluan.com, Sabtu 1 April 2023.

Legislator Fraksi PKB tersebut mempertanyakan, jika bukan karena seberapa banyak suatu negara dapat memproduksi untuk menjadi price maker, lalu apakah peran politik luar negeri yang lebih baik yang menjadikan suatu negara berhak dalam menentukan harga.

“Apakah karena Malaysia itu pernah di satu waktu dia memang sebagai pemain yang pertama kemudian dia yang menjadi acuan ataukah karena ada hal lain (seperti) politik (atau) yang lain yang itu jauh lebih bekerja,” ucapnya.

Baca Juga: Ngeri! Sang Ketua dengan 5 Celurit Terhunus, Kelompok Gangster Daboribo Digulung Polisi

Luluk juga menyinggung soal kemungkinan data yang tidak sinkron milik Pemerintah sehingga mengakibatkan gagalnya Indonesia menjadi penentu harga di pasar dunia.

“Apakah benar menurut Mas Faisal, karena juga pernah di pemerintahan ya, jadi problem yang terkait dengan data transaksi yang tidak sinkron. Mungkin itu yang menghambat kita untuk bisa jadi referensi dunia yang terkait dengan bursa komoditas itu,?” imbuhnya.

Adapun pakar ekonomi, Faisal Basri menjelaskan, bahwa terdapat variabel yang menjadikan suatu negara dapat menjadi penentu harga suatu komoditas. Faisal menyebutkan, salah satunya adalah logistic cost. Dirinya menyampaikan bahwa logistic cost di Indonesia cukup tinggi, yaitu di angka 20 persen.

“Struktur yang dibangun oleh pemerintahan Pak Jokowi tidak mengurangi secara signifikan biaya logistik yang kira-kira 20 persen dari ongkos, (sementara) negara-negara lain (hanya) satu digit (seperti) 8 persen (atau) 6 persen. Jadi kita tidak punya daya saing,” pungkasnya.***

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih. Untuk berlangganan artikel seperti ini harap hubungi kami agar anda dapat artikel atau berita terupdate dari kami.