Hukum Mengutip Katakata Kufur


Berikut adalah artikel atau berita tentang otomotif dengan judul Hukum Mengutip Katakata Kufur yang telah tayang di apurboitservices.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

TANYA:

Apa hukum mengutip pernyataan kufur. Misalnya, ada yang berkata: “Fulan mengatakan ini dan ini”, dan isinya mencela agama Islam. Apakah yang mengutip pernyataan ini menjadi kafir karena hal itu?

JAWAB:

Alhamdulillah. Shalawat dan salam kepada Sayyidina Rasulillah.

Mengutip pernyataan kufur merupakan perkara yang sangat berisiko, yang benar-benar perlu diberi perhatian lebih.

BACA JUGA: 4 Pintu Kekufuran

Hal ini karena, kutipan pernyataan kufur tersebut bisa melahirkan syubhat dan fitnah bagi orang-orang yang lemah agama dan sedikit ilmunya.

Juga wajib diperhatikan, dampak dari kutipan pernyataan kufur ini, bagi pendengar maupun penyampainya.

Orang yang mengutip pernyataan kufur, wajib untuk mengingkari isi pernyataan tersebut dan meyakini kebatilannya.

Jika ia meyakini isi pernyataan tersebut, saat itu ia telah jatuh pada kekufuran, dan berlaku hukum orang yang murtad atasnya. Karena mencela agama Islam haram, dan yang melakukannya dianggap telah murtad dari Islam.

Orang yang mendengar pernyataan tersebut, wajib menasihatinya, agar ia bertaubat dan kembali pada Islam. Jika ia tidak bertaubat, maka ia perlu dibawa ke pengadilan, agar mendapatkan hukuman dari qadhi.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Siapa yang menyampaikan cerita, dan dalam ceritanya mengutip pernyataan dua kalimah Syahadat, seperti: Saya mendengar fulan mengucapkan Laa ilaaha illaLlah Muhammad Rasulullah.

Penyampai cerita ini, tidak menjadi seorang muslim, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Karena ia hanya tukang cerita. Sebagaimana juga, muslim tidak menjadi kafir hanya karena menceritakan suatu pernyataan yang mengandung kekufuran.” (Al-Majmu’: 3/99)

Demikian juga, tidak menjadi kafir orang yang mengucapkan kata-kata kufur, karena kekeliruan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَما هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا، قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

Artinya: “Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat salah seorang hambanya ketika ia bertaubat kepada-Nya, dibandingkan dengan kegembiraan seseorang yang berada di atas unta tunggangannya di padang pasir, kemudian unta tersebut lepas, sedangkan makanan dan minumannya ada pada unta tersebut.

Ia pun telah putus asa untuk mendapatkan kembali untanya tersebut. Ia lalu mendatangi sebuah pohon dan berbaring di bawah naungan pohon tersebut dan ia benar-benar telah putus asa. Di tengah keadaan itu, ternyata untanya telah datang dan berdiri di dekatnya.

Ia pun mengambil tali untanya, seraya berkata lantaran sangat gembira: Wahai Allah, engkau adalah hambaku, dan aku adalah Tuhanmu. Ia berkata keliru, karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)

Perlu juga diketahui, orang yang mengutip pernyataan kekufuran dari orang lain, tanpa ada keperluan untuk mengutipnya dan menceritakannya, padahal ia tahu bahwa pernyataan tersebut berisi kekufuran, dikhawatirkan ia termasuk orang yang disebutkan oleh Imam Ibnu Najim rahimahullah:

“Walhasil, orang yang mengucapkan kata-kata kufur dengan tujuan bercanda dan main-main, dianggap kufur menurut seluruh ulama, dan tidak perlu diperhatikan lagi keyakinannya dalam hati. Ini sebagaimana disebutkan secara jelas oleh Qadhi Khan dalam Fatawa-nya.

Dan yang mengucapkan kata-kata kufur karena keliru atau dipaksa, tidak menjadi kafir, menurut seluruh ulama. Dan siapa yang mengucapkan kata-kata kufur secara sengaja, dan ia tahu itu kekufuran, ia jatuh kafir, menurut seluruh ulama.” (Al-Bahr Ar-Raiq: 5/134)

BACA JUGA: Hal-hal yang Termasuk Kufur Akbar dan Kufur Asghar

(Catatan: Bisa jadi, maksudnya seluruh ulama Hanafiyyah, atau memang seluruh ulama dari berbagai madzhab, karena setahu kami ini tidak berbeda dengan pendapat dari madzhab yang lain, wallahu a’lam, penerjemah)

Karena itu, siapa saja yang mengucapkan kata-kata kufur, karena kekeliruan, atau karena dipaksa, atau ia hanya mengutip kata-kata tersebut disertai pengingkarannya atas hal itu dan ia tidak meyakininya, ia tidak jatuh kafir, dan tidak berlaku atasnya hukum orang yang murtad.

Dan tidak boleh mengutip kata-kata kufur, kecuali jika ada hajat (keperluan), seperti kesaksian atas orang yang melakukannya, atau sebagai peringatan atasnya, atau untuk menunjukkan kebatilannya dan bantahan atas syubhatnya. Wallahu ta’ala a’lam. []

Fatwa Lajnah Ifta Jordania

Teks asli:

حكم نقل كلام الكفر

السؤال :

ما حكم نقل الكفر، كمن يقول مثلاً: إنّ فلاناً قال “كذا وكذا” ويسبّ الدين، فهل يكفر بذلك؟

الجواب :

الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله

نقل الكفر من الأمور الخطيرة التي يجب التنبّه لها؛ لأنّ نقل الكفر قد يورث شبهة فيفتن بها ضعاف الدين والعلم، كما يجب النظر أيضاً إلى أثر نقل هذا الكفر في سامعه وقارئه، ويجب على ناقل الكفر أن ينكر ذلك ويعتقد بطلانه؛ لأنه لو اعتقد ما يقول وينقل يكفر عندئذٍ، وتجري عليه أحكام المرتدين؛ لأنّ سبّ الدين حرام، ويعدّ فاعله مرتداً عن الإسلام، ويجب على من سمعه أن ينصحه لعله يتوب ويرجع إلى الإسلام، ومن لم يتب يرفع أمره إلى القاضي ليعاقبه.

يقول الإمام النووي رحمه الله: “من نقل الشهادتين حكايةً بأنْ يقول: سمعت فلاناً يقول: لا إله إلا الله، محمد رسول الله، فهذا لا يصير مسلماً بلا خلاف؛ لأنه حاكٍ، كما لا يصير المسلم كافراً بحكايته الكفر” [المجموع 3/ 99].

وكذلك؛ فلا يكفر من تلفظ بكلمة الكفر خطأً، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَما هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا، قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ) رواه مسلم.

وينبغي أن يُعلم أن من نقل كلمة الكفر عن غيره من غير حاجة لنقلها، ولا داعٍ يدعو لحكايتها، مع علمه بأنها كفر، فإنه يُخشى عليه أن ينطبق عليه ما قاله الإمام ابن نجيم رحمه الله: “والحاصل أن من تكلم بكلمة الكفر هازلاً أو لاعباً كفر عند الكلّ، ولا اعتبار باعتقاده، كما صرح به قاضي خان في فتاويه، ومن تكلم بها مخطئاً أو مكرهاً لا يكفر عند الكلّ، ومن تكلم بها عالماً عامداً كفر عند الكلّ” [البحر الرائق 5/ 134].

وعليه؛ فإن من تلفظ بالكفر مخطأً، أو مكرهاً، أو ناقلاً، مع إنكاره وعدم اعتقاده، فإنه لا يكفر ولا تجري عليه أحكام المرتدين، ولا يجوز نقل الكفر إلا لحاجة، كالشهادة على فاعله أو التحذير منه أو إبطال الكفر والردّ على الشبهات. والله تعالى أعلم.

SUMBER: ALIFTA.JO

Penerjemah: Muhammad Abduh Negara

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih. Untuk berlangganan artikel seperti ini harap hubungi kami agar anda dapat artikel atau berita terupdate dari kami.