6 Sorotan Panas di Rapat DPR Mahfud Soal Transaksi Rp349 T


Berikut adalah artikel atau berita tentang otomotif dengan judul 6 Sorotan Panas di Rapat DPR Mahfud Soal Transaksi Rp349 T yang telah tayang di apurboitservices.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Jakarta, CNBC Indonesia – Komisi III DPR RI telah melakukan pemanggilan terhadap Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), kemarin, Rabu (30/3/2023).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md selaku Ketua Komite TPPU dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana selaku Sekretaris Komite TPPU hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut.

Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, pembahasan akan ditujukan untuk mencari titik terang polemik transaksi mencurigakan itu. Apalagi antara ketua komite dan anggota komite tidak sinkron dalam mengungkap transaksi mencurigakan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Ketua komite menyampaikan pengumuman, anggota komitenya kan kemarin di Komisi XI kaget. Nah maka tentu ini menyangkut koordinasi kementerian dan lembaga,” kata Arsul saat ditemui di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengaku siap untuk mengungkapkan secara terang-terangan, di hadapan para dewan parlemen pekan ini.

Sebelumnya, Mahfud yang juga sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) berharap, Komisi III DPR tidak mengundur lagi undangannya terhadap dirinya.

“Bismillah. Mudah-mudahan Komisi III tidak maju mundur lagi mengundang saya, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir,” jelas Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd, dikutip Kamis (30/3/2023).

Rapat pun berlangsung dengan panas dan penuh perdebatan. Bahkan, rapat selesai hampir tengah malam. Sebagai gambaran jalannya rapat tersebut, berikut ini lima sorotan ‘hangat’ terkait dengan hasil rapat Komisi III DPR dan Komite TPPU.

1. Sri Mulyani Tak Hadir

Awal sidang sore hari tersebut dimulai dengan sedikit panas. Hal ini dikarenakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai anggota Komite TPPU tidak hadir.

Anggota Komisi III Fraksi Gerindra Habiburokhman pun menanyakan hal ini kepada pimpinan sidang Ahmad Sahroni.

“Pimpinan saya ingin mempertanyakan sesuai kesepakatan rapat dengan PPATK yang diundang Ketua TPPU Pak Mahfud Md, Pak Ivan dan anggota Sri Mulyani yang tidak hadir,” kata Habib dalam sidang tersebut, dikutip Kamis (30/3/2023).

Sahroni menjelaskan bahwa Sri Mulyani kini ada kegiatan lain yang tidak bisa diwakilkan, sehingga rapat bisa dilanjutkan dengan pembahasan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.

“Kemarin dialog kita mencari kejelasan, karena menyangkut tiga pihak Mahfud, Sri Mulyani dan PPATK. Kalau ada kegiatan lain kegiatan apa,” ujarnya.

Protes juga dilayangkan Anggota Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Mulfachri Harahap. Menurutnya tanpa kehadiran Sri Mulyani, rapat bisa tidak ada artinya.

“Memperkuat disampaikan Pak Habib lagi, dalam forum apa diundang lagi, ini forum yang paling tepat karena ada beberapa hal yang inin dikonfrontir. Jadi kalau tidak datang, penjelasannya apa,” terangnya.

Sri Mulyani tidak dapat hadir karena dirinya memiliki agenda yang tidak bisa ditinggalkan. Sri Mulyani ada di Bali mewakili negara dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asia Tenggara.

Acara di Bali tersebut adalah pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau the 1st ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) berlangsung di kawasan Nusa Dua, Bali, pada 28-31 Maret 2023.

Foto: KOMISI III DPR RI RDPU Dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan & Pemberantasan TPPU. (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)
KOMISI III DPR RI RDPU Dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan & Pemberantasan TPPU. (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

2. Beda Sri Mulyani & Mahfud

Hampir seluruh anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merasa bingung dengan perbedaan paparan antara Menteri Keuangan dalam rapat kerja dengan Komisi XI dan Menko Polhukam hari itu.

Anggota Komisi III DPR F-Demokrat Benny K. Harman mengaku pihaknya menerima informasi dari paparan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR dan hasilnya berbeda dengan paparan versi Mahfud MD.

Sebelumnya, Mahfud MD meyakini bahwa transaksi mencurigakan tersebut merupakan hasil dari pencucian uang, yang dinilai lebih berbahaya dari korupsi.

“Kita jadi bertanya-tanya seperti apa ini kita ingin tahu betul. Ingin benar-benar rapat ini ingin membuka ada apa sebenarnya?” kata Benny dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, Terkait Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, dikutip (30/3/2023).

Padahal nilai Rp 349 triliun sangat besar dan menimbulkan kecurigaan masyarakat. “Masyarakat melihatnya itu Kemenkeu isinya maling semua, persepsinya gitu,” kata Benny. Namun, mendengar paparan Menteri Keuangan, ternyata Rp 349 triliun ternyata tidak semua menyangkut oknum di Kemenkeu. Kemudian, data itu juga merupakan kompilasi dari 14 tahun terakhir.

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dari data transaksi Rp 349 triliun, transaksi yang melibatkan pegawai Kemenkeu hanya Rp3.3 triliun.

Itu pun merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 15 tahun (2009 s.d. 2023) yang telah ditindaklanjuti. Kemudian, terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam Rangka Mutasi Promosi (Fit & Proper test).

“Jadi yang benar-benar berhubungan 3,3 triliun periode 2009-2023. Seluruh transaksi debit kredit pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp 3,3 triliun,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, dalam rapat dengan Komisi III, Mahfud tetap ‘keukeuh’ mengatakan bahwa transaksi mencurigakan Rp 349 triliun tersebut berdasar dan memiliki bukti kuat.

Mahfud Md membuka secara gamblang rincian data transaksi janggal di Kementerian Keuangan yang ia sebut sebanyak Rp 349 triliun. Kata dia, ini dilakukan termasuk oleh 491 pegawai Kementerian Keuangan.

Dia mengatakan, data transaksi janggal yang diperoleh dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK itu terbagi ke dalam 3 kelompok, pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan oleh pegawai Kementerian Keuangan yang total nilainya sebanyak Rp 35 triliun. Jauh lebih banyak dari yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani sekitar Rp 3 triliun.

“Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi 11 menyebut hanya Rp 3 triliun, yang benar Rp 35 triliun,” kata Mahfud.

yang kedua adalah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain sebesar Rp 53,82 triliun. Terakhir adalah transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU sebesar Rp 260 triliun.

“Itu transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatannya sebesar Rp 260 triliun, Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun fix. Nanti kita tunjukkan suratnya,” ucap Mahfud.

Hal ini semakin membuat publik bertanya-tanya. Lantas siapa yang benar?

3. ‘Mata Sri Mulyani’ Ditutup

Di tengah-tengah sidang, Mahfud menyampaikan dugaan terkait dengan adanya pihak yang mungkin menutup akses Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terhadap data yang disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Maka dari itu, ada ketidaksepahaman antara dua instansi tersebut sehingga perkara transaksi mencurigakan Rp 349 triliun tampak simpang siur.

“Dari keterangan bu Sri Mulyani tadi saya ingin menjelaskan fakta dan datanya bisa ambil di sini. Bahwa ada kekeliruan pemahaman bu Sri Mulyani karena ditutupnya akses dari bawah sehingga apa yang dijelaskan dari tadi data diterima tanggal 14 ketika bertemu dengan pak Ivan,” kata Mahfud.

mencontohkan, dalam sebuah pertemuan bersama Kemenkeu dan PPATK, Sri Mulyani ditanyakan soal uang Rp 189 triliun. Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui adanya data tersebut, berdasarkan laporan pejabat eselon I Kemenkeu.

“Itu pejabat tingginya eselon I (bilang) gak ada, gak pernah ada. Pak Ivan bilang ada. Baru ada oh itu nanti dicari,” papar Mahfud.

Padahal menurut Mahfud itu adalah data penting, bahwa ada dugaan tindak pidana pencucian uang dengan 15 entitas di bidang Bea Cukai. Surat yang disampaikan sebanyak 300 surat tidak diterima langsung oleh Sri Mulyani. “Jadi ada akses yang ditutup untuk Bu Sri Mulyani,” tegasnya.

4. Mahfud Seret Nama Heru Pambudi Dkk

Dalam rapat tersebut, Mahfud Md akhirnya membuka secara terang-terangan penyebab Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keliru dalam memberikan jawaban ke publik, termasuk ke Komisi XI DPR, terkait transaksi janggal di kementeriannya senilai Rp 349 triliun.

Dia pun membawa bukti kertas yang berisi berita acara dokumen-dokumen temuan PPATK itu sudah diserahkan sejak 2017 silam ke dalam rapat. Dia mengaku ketika dirinya buka ke publik data terkait transaksi janggal Rp 349 triliun, Sri Mulyani tak kunjung mendapatkan data asli temuan PPATK itu.

“Datanya bu Sri Mulyani salah, iya. Ini datanya nih, suratnya yang asli semua by hand, yang ditandatangani,” kata Mahfud di ruang rapat Komisi III DPR, dikutip Kamis (30/3/2023).

Setelah menunjukkan bukti berita acara penyerahan informasi transaksi janggal yang diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu, Mahfud pun mengungkap nama-nama pihak yang menyerahkan dan menerima laporan transaksi janggal. Nama-nama itu dari PPATK dan Kementerian Keuangan.

Dalam berita acara, kata Mahfud, ada nama Kiagus Ahmad Badaruddin selaku Kepala PPATK periode 2016-2020. Kemudian, ada nama Dian Ediana Rae yang saat itu merupakan wakil ketua PPATK periode 2016-2020.

Dari sisi Kemenkeu, Mahfud mengatakan ada Heru Pambudi, yang saat itu merupakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Sumiyati selaku Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan sejak 2017 hingga 2021, serta ada dua nama lain yang masing-masing dari Itjen Kemenkeu dan Ditjen Bea dan Cukai.

“Ini tidak bisa diserahkan dengan surat karena sensitif. Oleh sebab itu diserahkan by hand,” tegasnya.

Menurutnya, surat-surat yang diserahkan PPATK tersebut bertanggal 13 November 2017.

“Ini yang serahkan Ketuanya Pak Badaruddin, Pak Dian Ediana, kemudian Heru Pambudi dari Dirjen Bea Cukai, lalu Sumiyati irjennya,” tutur Mahfud.

Mahfud menambahkan laporan kasus transaksi janggal itu sebetulnya sudah terendus sejak 2013. Namun karena tak kunjung ditindaklanjuti, PPATK menyurati lagi pada 2020. Kendati begitu kasus itu tak juga ditindaklanjuti hingga akhirnya dia ungkap ke publik senilai Rp 349 triliun dengan periode rekapitulasi 2009-2023.

5. Cuci Uang, Koper & Judi

Kepada Komisi III, Mahfud MD juga mengungkapkan adanya modus pencucian uang negara yang dilakukan di kabin pesawat dengan memanfaatkan koper.

Menurutnya, modus ini yang kerap kali dimanfaatkan oknum-oknum tertentu, karena tak kunjung selesainya pembahasan Rancangan Undang – Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

“Itu orang bawa koper yang satu koper isi kertas yang satu isi uang ditukar di atas pesawat. Itu yang banyak terjadi,” kata Mahfud saat rapat dengan pendapat umum dengan Komisi III di Gedung Parlemen, dikutip Kamis (30/3/2023)

Mahfud menyampaikan hal ini saat membahas transaksi gelap di Kementerian Keuangan yang senilai Rp 349 triliun. Menurutnya untuk memberantas perilaku koruptif dengan cara pencucian uang bisa dilakukan dengan RUU itu.

“Biar bisa kami ambil yang begini-begini ini Pak, tolong juga pembatasan belanja uang kartal didukung pak karena orang korupsi itu pak nurunkan uang dari bank Rp 500 miliar,” tutur Mahfud.

Dia juga menjelaskan bahwa modus para pelaku tindak pidana korupsi yang melakukan pencucian uang biasanya menukar uang-uang korupsi yang dalam bentuk rupiah ke mata uang dolar di Singapura. Dengan demikian, pelaku bisa memakai alasannya menang judi.

“Ditukar dengan uang dolar, lalu ia bilang ini menang uang judi karena di Singapura judi sah. Lalu di bawah ke Indonesia sah padahal itu uang negara pak, itu pencucian uang,” kata Mahfud.

6. Selesai Hampir Tengah Malam

Rapat Komisi III DPR RI dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) akhirnya selesai jelang tengah malam, Rabu (29/3/2023).

“Teman-teman karena waktu tinggal lima menit (jelang 23.00 WIB) dan kita tahu ujung dari yang disampaikan, berkenankah kita akhiri rapat ini dan nanti kita atur rapat dengan Menkeu, pak Menko dan PPATK,” ungkap pimpinan rapat Ahmad Sahroni.

Usulan tersebut langsung dijawab setuju oleh seluruh anggota dan Komite TPPU yang diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md selaku Ketua Komite TPPU, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana selaku Sekertaris Komite TPPU.

Diketahui, rapat dimulai sejak pukul 15.00 WIB. Adapun, Sri Mulyani tidak hadir dalam rapat tersebut akibat tugas yang tidak bisa ditinggalkan.

[Gambas:Video CNBC]

Tim Mahfud-Sri Mulyani Siapkan Fakta Terbaru Soal Rp300 T

(haa/haa)


Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih. Untuk berlangganan artikel seperti ini harap hubungi kami agar anda dapat artikel atau berita terupdate dari kami.